Thursday, April 25, 2013

Sistem Pemerintahan Negara Indonesia

Oleh: Dewi Sri Rahayu

Pembukaan UUD 1945 Alinea IV menyatakan bahwa kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu disusun dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang tefoentukdalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat. Berdasarkan Pasal 1 Ayat 1 UUD 1945, negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Berdasarkan hal itu dapat disimpulkan bahwa bentuk negara Indonesia adalah kesatuan, sedangkan bentuk pemerintahannya adalah republik.

Selain bentuk negara kesatuan dan bentuk pemerintahan republik, Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan sebagai kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Hal itu didasarkan pada Pasal 4 Ayat1 yang berbunyi, "Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar”. Dengan demikian, sistem pemerintahan di Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial. Melihat sejarah masa lalu, Indonesia pernah mengalami berbagai babak mengenai sistem pemerintahan.

Sistem Pemerintahan Menurut UUD 1945 Awal Kemerdekaan
1.       Sistem Pemerintahan pada Masa UUD 1945
Dalam kurun waktu 18 Agustus 1945 sampai dengan 27 Desember 1949, sistem pemerintahan Indonesia berdasarkan UUD 1945 adalah presidensial. Dalam sistem pemerintahan presidensial, presiden mempertanggung jawabkan pelaksanaan tugas eksekutifnya kepada parlemen. Presiden berkedudukan sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Presiden dan pariemen tidak dapat saling menjatuhkan.
Pada masa UUD 1945 menganut sistem pemerintahan presidensial, hal ini dapat dilihat dalam beberapa pasal UUD 1945, di antaranya:
a. Pasal 4 ayat 1 UUD 1945
"Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar"
b. Pasal 17 ayat 1 UUD 1945
"Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara"
c. Pasal 17 ayat 2 UUD 1945
"Menteri-menteri negara diangkat dan dihentikan oleh presiden" e
d. Pasal 17 ayat 3 UUD 1945
"Menteri-menteri itu memimpin departemen pemerintahan"

Namun pada masa awal kemerdekaan, ketentuan dalam pasai-pasai tersebut belum dapat diterapkan karena sistem pemerintahan Indonesia pada waktu itu memiliki ciri tersendiri yaitu adanya pemberian kekuasaan yang sangat besar kepada presiden.

Berdasarkan penjelasan Pasal IV Aturan Peralihan, bahwa sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk menurut Undang-Undang Dasar ini segala kekuasaan dijalankan oleh presiden dengan bantuan Komite Nasional. Sehingga pada waktu itu kekuasaan presiden sebagai berikut.

a. Presiden adalah pelaksana kedaulatan rakyat.
b. Presiden berwenang menetapkan dan mengubah Undang-Undang Dasar.
c. Presiden meiaksanakan kekuasaan pemerintahan.
d. Presiden bervvenang menetapkan garis-garis besar haluan negara.
e. Presiden benwenang membuat segala bentuk peraturan perundangan.

Panitia Persiapan kemerdekaan Indonesia, pada tanggai 18Agustus 1945 memilih Soekarno dan Mohammad Hatta sebagai presiden dan wakil presiden RI. Selanjutnya tanggal 22Agustus 1945 sidang PPKI menetapkan beberapa penyeienggaraan negara dalam rangka melaksanakan aturan peralihan UUD 1945, di antaranya:

a. Membentuk partai politik sebagai alat perjuangan yaitu Partai Nasional Indonesia.
b. Membentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR).
c. Membentuk Komite Nasional Indonesia (KNI) sebagai pembantu presiden sebelum DPR dan MPR dapat didirikan.

Pada masa ini dapat juga jabatan Iain selain jabatan presiden yaitu wakil presiden, menteri-menteri dan Komite Nasional Indonesia (KNI) yang semuanya berfungsi sebagai pem bantu presiden. Dengan keadaan seperti ini, maka presiden dapat melaksanakan kekuasaan yang besar, tanpa ada pengawasan dari badan Iainnya. Namun setelah dikeluarkan Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945 yang berisi bahwa seiama belum dibentuknya MPR dan DPR, KNIP diberi kekuasaan Iegislatif dan ikut menetapkan garis-garis besar haluan negara (GBHN). Maka sejak saat itu kekuasaan presiden makin berkurang. Kekuasaan presiden sebagian beralih sebagai Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Hal ini menyebabkan berubahnya kedudukan presiden yaitu yang semula hanya sebagai badan pembantu presiden menjadi parlemen (Badan Perwakilan Rakyat).

Komite Nasional Indonesia diberi kekuasaan legislatif akan tetapi menteri-menteri kedudukannya sebagai pembantu presiden, dan sebelum maupun sesudah keiuarnya Maklumat Wakil Presiden No. X, menteri-menteri tetap bertanggungjawab kepada presiden, bahkan kepada KNIP. Selanjutnya atas usul Badan Pekerja KNIP, pada tanggai 11 November 1945 kepada presiden, Presiden Soekarno mengeluarkan Maklumat Pemerintah 14 November 1945 yang berisi bahwa para menteri bertanggung jawab pada parlemen (KNIP). Dengan demikian sejak saat itu para menteri bertanggung jawab kepada' Badan Perwakilan Rakyat yaitu Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan tidak bertanggungjawab Iagi kepada presiden. Sejak tanggal 14 November 1945 puia sistem pemerintahan Indonesia berubah yaitu dari system pemerintahan presidensial menjadi parlementer, akibat perubahan tersebut maka Soekarno sebagai presiden berkedudukan sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan dipimpin oleh Sutan Syahrir.
Dalam kurun waktu 1945-1949, terjadi tiga kali perpindahan kekuasaan dari perdana menteri ke tangan presiden, dan tedadi delapan kali pergantian kabinet. Dalam pelaksanaan sistem pemerintahan pada masa ini temyata terdapat penyimpangan dari ketentuan UUD 1945, terutama karena faktor politik, di antaranya adalah sebagai berikut:

a. Berubahnya fungsi Komite Nasional Pusat (dibentuk PPKI, tanggai 22 agustus 1945) yaitu dari pembantu presiden menjadi badan yang diserahi kekuasaan Iegislatif (seharusnya DPR), dan ikut menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (sesungguhnya wewenang MPR). Keputusan ini berdasarkan Maklumat Wakil Presiden No. X tanggai 16 Oktober 1945.

b. Terjadinya perubahan sistem Kabinet Presidensial menjadi Kabinet Parlementer berdasarkan usul badan pekeda Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) pada tanggai 11 November 1945, yang kemudian disetujui oleh presiden dan di umumkan dengan Maklumat Pemerintah tanggai 14 November 1945

2. Sistem Pemerintahan Pada Masa Konstitusi RIS 1949

Sistem pemerintahan Indonesia menurut Konstitusi RIS, dalam kurun waktu 27 Desember 1949 sampai dengan 17 agustus 1950 adalah parlementen Penerapan sistem pemerintahan parlementer oleh Konstitusi RIS ini didasarkan pada:

a. Pasal 691ayat 1 KRIS
Presiden ialah kepala negara
b Pasal 118 ayat 1 KRIS
Presiden tldak dapat diganggu gugat
c Pasal 118 ayat 2 KRIS

Menteri menteri bertanggungjawab atas seluruh kebuaksanaan pemerintah baik bersama sama untuk seluruhnya maupun masmg masmg untuk bagiannya sendiri sendiri dalam hal ltu

Namun sistem pemerintahan yang dianut pada masa Konstitusi RIS bukan kabinet parlementer murni melainkan Sistem Pariementer Kabinet semu (Quasi Parlementer). Karena dalam sistem parlementer murni, parlemen (legislatif) mempunyai kedudukan yang sangat menentukan terhadap kekuasaan pernerintah (eksekutif), tapi kenyataan parlemen kedudukannya hanya terbatas pada hal-hal tertentu saja.

Sistem pemerintahan parlementer, kabinet semu (Quasi Parlementer) yang dianut oleh Konstitusi RIS, dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Pengangkatan perdana menteri dilakukan oleh presiden, bukan oleh parlemen sebagaimana Iazimnya (Pasal 74 ayat 2).
b. Kekuasaan perdana menteri masih dicampur tangani oleh presiden. Hal itu dapat dilihat pada  ketentuan bahwa presiden dan menteri-menteri bersama-sama merupakan pemerintah. Seharusnya presiden hanya sebagai kepala negara, sedangkan kepala pemerintahannya dipegang oleh perdana menteri (Pasal 68 ayat 1).
c. Kabinet dibentuk oleh presiden, bukan oleh parlemen (Pasal 74).
d. Pertanggungjawaban menteri baik secara perorangan maupun bersama-sama adalah kepada DPR, namun harus melalui keputusan pemerintah (Pasal 74 ayat 5).
e. Parlemen tidak mempunyai hubungan erat dengan pemerintah sehingga DPR tidak punya pengaruh besarterhadap pemerintah. DPR juga tidak dapat menggunakan mosi tidak percaya terhadap Kabinet (Pasal 118 dan 122).
f. Presiden RIS mempunyai kedudukan rangkap, yaitu sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan
(Pasal 68 dan 69).

3. Sistem Pemerintahan pada Masa UUDS 1950 

Sistem pemerintahan yang dianut oleh Undang-Undang Sementara 1950 yang berlaku antara 17 Agustus 1950 sampai dengan 5 Juli 1959 adalah parlementer. Hai ini dijelaskan dalam pasal-pasal berikut.
a. Pasal 45 ayat1 UUDS 1950
"Presiden adalah kepala negara"
b. Pasal 83 ayat1 UUDS 1950
"Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat diganggu gugat"
c. Pasal 83 ayat 2 UUDS 1950
"Menteri-menteri beitanggungjawab atas keseluruhan kebijaksanaan pemerintah baik bersama-sama untuk seluruhnya, maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri"
d. Pasal 84 UUDS 1950 .
"Presiden berhak membubarkan DPR, keputusan presiden yang menyatakan pembubaran itu, memerintahkan pula untuk mengadakan pemilihan DPR dalam 30 hari"

Namun sistem pemerintahan yang dianut UUDS 1950, tidak jauh berbeda dengan yang dianut oleh Konstitusi RIS 1949 yaitu sistem parlementer semu (Quasi parlementer). Ketidakmurnian (semu)
parlementer pada masa UUDS 1950 ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:

a. perdana menteri diangkat oleh presiden (seharusnya oleh parlemen) (Pasal 51 ayat 2).
b. kekuasaan perdana menteri sebagai ketua dewan menteri masih dicampurtangani oleh presiden (seharusnya presiden hanya sebagai kepala negara dan kepala pemerintahannya adalah perdana menteri) (Pasal 46 ayat 1).
c. pembentukan kabinet dilakukan oleh presiden dengan menunjuk seseorang atau beberapa orang pembentuk kabinet (lazimnya oieh parlemen) (Pasal 50 jo 51 ayat 1).
d. pengangkatan atau penghentian menteri-menteri dan kabinet dilakukan dengan keputusan presiden (lazimnya oleh parlemen) (Pasal 51 ayat 5).
e. Presiden dan wakil presiden berkedudukan selain sebagai kepala negara juga sebagai kepala pemerintahan (seharusnya terpisah) (Pasal 45 jo 46 ayat 1) .

Berdasarkan penjelasan di atas, ditunjukkan bahwa sistem pemerintahan dalam UUDS 1950, adalah sistem parlementer yang masih terdapat pula ciri-ciri Kabinet presidensiil. Danjuga sistem pemerintahan yang dianut dalam konstitusi RIS, masih dapat ditemukan dalam UUDS 1950.

Pada tanggal 1 April 1953, Undang-Undang tentang Pemiiihan Umum yaitu UU No. 7 tahun 1953 diumumkan selanjutnya tanggal 29 september 1955 diadakan pemilihan umum (pemilu) yang pertama kali di Indonesia, pemilu ini diselenggarakan untuk memilih anggota DPR. Pada tanggal 10 November 1956 Konstituante hasil pemilu 1955 mulai menggelar sidangnya di Bandung. Dalam sidang ini agenda utama adalah menetapkan _UUDS 1950. Namun seteiah bersidang selama tiga tahun, badan yang bertugas membuat konstitusi tersebut gagai membuat UUD baru. Kegagalan ini disebabkan karena adanya perdebatan panjang diseputar persoalan dasar negara. Pada tanggal 25 April 1950, presiden Soekarno memberikan amanatnya dalam sidang Konstituante agar menetapkan UUD 1945 sebagai pengganti UUDS 1950. Seianjutnya tanggal 29 Mei 1950 konstituante kembali bersidang, namun perdebatan tentang dasar negara Republik Indonesia masih saja terjadi. Karena konstituante telah dianggap gagal menetapkan UUD 1945, akhirnya tanggal 5 Juli 1959 presiden Soekamo mengeluarkan Dekrit yang berisi antara Iain bahwa konstituante dibubarkan dan kembali ke UUD 1945.

4 Sistem Pemerintahan pada Masa UUD 1945 Orde Lama (ORLA)

Dekrit presiden 5 Juli 1959 adalah dasar hukum beiiakunya kembali Undang-Undang Dasar1945 dalam menggantikan UUDS 1950. Kurun waktu pemerintahan orde Iama adalah 5 Juli sampai dengan 11 Maret 1966. Isi Dekrit Presiden di antaranya adalah:

1) Pembubaran Konstituante.
2) Beriakunya kembali Undang-Undang Dasar1945.
3) Pembentukan MPRS dan DPRS.

Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, pertentangan yang terjadi dalam badan Konstituante berakhir. Sistem pemerintahan parlementer ditinggalkan dan bangsa Indonesia kembali menganut kabinet presidensial. Dan presiden yang mengambil alih kekuasaan eksekutif yang tadinya dipegang oleh perdana menteri. Dalam pemerintahan orde Iama, sistem demokrasi yang diterapkan adalah demokrasi terpimpin, yaitu demokrasi yang dipimpin oleh Pancasila dan UUD 1945. Dengan demokrasi terpim pin segaia kebijakan dan peraturan-peraturan maupun perundang-undangan yang dikeiuarkan harus sesuai dengan Pancasiia dan UUD 1945. Presiden soekarno memiiih Demokrasi terpimpin yang dianggap khas di Indonesia karena sesuai dengan siia ke 4 Pancasila. Kata "terpimpin" mengacu pada " .... dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan .... ". Tetapi ternyata pelaksanaan Demokrasi Terpimpin, tidak secara terpimpin oleh Pancasiia dan UUD 1945 namun cenderung terpimpin oleh presiden.

Penerapan Demokrasi Terpimpin menyebabkan penyimpangan-penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945, di antaranya adalah:

1) Penyimpangan ideologis, yaitu konsepsi Pancasila telah berubah menjadi konsepsi Nasakom (Nasionalis, Agama, dan Komunis).
2) Pelaksanaan demokrasi terpimpin berubah menjadi pemusatan kekuasaan pada presiden dengan wewenang yang melebihi dari ketentuan yang ada di UUD 1945, yaitu mengeluarkan produk hukum setingkat undang-undang tanpa persetujuan DPR, dalam bentuk penetapan presiden (penpres).
3) Pengangkatan Ir. Soekarno sebagai presiden seumur hidup oleh MPRS meiai ui ketetapan MPRS No III/ MPRS/1963
4) Presiden pada tahun 1960 membubarkan DPR hasil pemiiu tahun 1955, karena DPR tidak menyetujui RAPBN yang diajukan oleh pemerintah. Selanjutnya tanpa melalui pemllu dibentuklah DPR-GR.
5) Hak budget DPR tidak berjalan seteiah tahun 1960 karena pemerintah tidak mengajukan RUU- APBN untuk mendapat persetujuan dari DPR sebelum berlakunya tahun anggaran yang bersangkutan.
6) Mengangkat pimpinan lembaga tertinggi (M PRS) dan lembaga tinggi (DPR) negara menjadi menteri negara, yang berarti juga sebagai pembantu presiden
7) Penyelewengan politik Iuar negeri bebas aktif yaitu politik Iuar negeri yang berporoskan Jakarta-Peking ,Phnompen - Pyong - Yang. Akibatnya terjadi konfrontasi dengan Malaysia, dan pada akhirnya Indonesia keluar dari PBB.

Orde Baru (ORBA)

Orde baru merupakan tatanan seluruh perikehidupan rakyat, bangsa dan negara yang diletakkan kembali pada pelaksanaan kemurnian Pancasila dan UUD 1945. Pemerintahan orde baru dipimpin oleh pengemban supersemar yaitu presiden Soeharto, pada kurun waktu 11 Maret 1966 sampai dengan 21 Mei 1998. lstiiah orde baru digunakan sebagai pemisah antara kepemimpinan sebelum tahun 1966 dengan kepemimpinan sesudah 11 Maret 1966.

Orde baru merupakan koreksi terhadap segaia macam bentuk penyimpangan sejarah bangsa Indonesia yang tedadi sejak tahun 1945 sampai 1965. Dalam masa orde baru diberlakukan demokrasi Pancasila, yaitu untuk menerapkan kedauiatan rakyat dalam kehidupan pemerintahan. Sebagai bentuk pelaksanaan demokrasi Pancasila maka orde baru menyeienggarakan pemilihan umum secara teratur. Penyelenggaraan pemilu pada masa orde baru terjadi beberapa kali, yaitu:
No
tahun
Parpol Peserta pemilu
1
1971
Golkar, Nu, Parmusi, PNII,PSII, ParkIndo,Partai Katolik, Peru, IPKI dan Murba
PPP (gabungan NU, Parmusi,PSII dan Perti), Golkar, PDI (gabungan PNI,
Parkindo, Partai Katholik, IPKI dan Murba)
PPP, Golkar, dan PDI
PPP, Golkar, dan PDI
PPP, Golkar, dan PDI
PPP, Golkar, dan PDI
2
1977

3
1982
4
1987
5
1992
6
1997

Pemerintah orde baru dapat berjalan dengan baik menurut UUD 1945, hal ini terjadi karena keberhasilan penyelenggaraan pemilu. Lembaga negara pun dapat berfungsi dengan baik, stabilitas keamanaan dan perekonomian dalam pemerintahan orde baru semakin membaik. Soeharto sebagai presiden Indonesia pada waktu itu telah dipilih MPR sebanyak 6 kali pemilu, yaitu dalam pemilu 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Namun dalam masa jabatan lima tahun yang ke tujuh, tidak dapat diselesaikan oleh presiden Soeharto, karena tanggal 21 Mei 1998 terjadi aksi-aksi demonstrasi mahasiswa bersama rakyat. Demonstrasi besar-besaran ini menuntut mundurnya Soeharto dari jabatannya sebagai presiden. Pemerintahan orde baru yang di pimpin oleh presiden Soeharto dianggap telah meiakukan banyak penyimpangan, sehingga rakyat marah dan menginginkan adanya perubahan dan pergantian presiden. Selanjutnya karena banyaknya tuntutan dan tekanan dari rakyat yang menginginkan di rinya mundur, Soeharto akhirnya menyerahkanjabatannya sebagai presiden kepada wakil presiden BJ. Habibie berdasarkan pasal 8 UUD 1945. Kemudian MPR melantik BJ. Habibie
menjadi presiden ketiga RI, dan dengan digantikannya Soeharto sebagai presiden oleh BJ. Habibie sebagai presiden baru maka masa pemerintahan orde baru berakhir.

Dalam pemerintahan orde baru, terdapat beberapa penyimpangan yang tidak selaras dengan demokrasi sistem pemerintahan Indonesia menurut UUD 1945, di antaranya adalah:

1) Fungsi lembaga majelis permusyawaratan tidak bedalan dengan baik, melainkan hanya menjadi stempel pemerintahan saja dalam melegaiisasi tindakannya.
2) Fungsi Iembaga peradilan tidak sebagaimana mestinya, peradilan hanya memihak pemerintah, sedangkan masyarakat tidak mendapatkan keadilan yang seharusnya mereka dapatkan.
3) Pelaksanaan perekonomian hanya menguntungkan sebagian orang saja yang duduk dalam pemerintahan dan menjadikan mereka sebagai konglomerat.
4) Praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) sangat kentara dalam segala aspek kehidupan bernegara dan sudah sangat merugikan kekayaan negara.

 

Saturday, April 20, 2013

KEPUASAN KERJA

Oleh: Zein Ahmad



untuk dapat mengetahui faktor-faktor apa saja yang sesungguhnya rnempengaruhi atau membentuk nilai kepuasan kerja, kiranya kita perlu menelaahmengenai masalah “kerja” secara mendasar.

alasanya orang akan merasa puas atas kerja yang telah atau sedang ia jalankan, apabila apa yang ia  kerjakan itu dianggapnya telah mernenuhi harapannya, sesuai dengan tujuan ia bekerja. Apabila seseorang mendambakan sesuatu, maka itu berarti bahwa ia memiliki suatu harapan, dan dengan dernikian ia akan termotivasi untuk melakukan tindakan ke arah pencapaian harapan tersebut. Danjika harapannya itu terpenuhi, maka ia akan merasa puas.

Telah disebutkan di muka, bahwa dahulu orang beranggapan bahwa satu-satunya perangsang (incentive) untuk bekerja hanyalah uang atau perasaan takut untuk menganggur. Tetapi dewasa ini ternyata, bahwa uang bukanlah merupakan faktor utama yang memotivasi semua orang untuk bekerja. Dengan perkataan lain, tidak semua orang yang bekerja itu hanya mau bekerja karena membutuhkan uang.

Brown (1978), memberikan contoh-contoh yang dilihatnya di beberapa pabrik di London. Pada suatu ketika yang tidak bersamaan, ada 3 orang pekerja pabrik yang secara kebetulan masing-masing memenangkan hadiah yang sangat besar dari totalisator sepakbola.

Walaupun uang hadiah yang didapat mereka itu sangat besarjumlahnya, sehingga kalau diinvestasikan uang itu akan dapat menjamin biaya hidup mereka bexsama keluarganya secara berkecukupan selarna sisa hidup mereka, namun akhirnya mereka kembali kepada pekerjaan mereka di pabrik yang serba rutin itu.

Pada suatu perusahaan lain Guga di London), para pekexja wanitanya diberi pensiun yang cukup besar apabila mereka telah mencapai usia 55 tahun. Ternyata banyak pensiunan pekerja perusahaan ini yang setiap sore hari berdiri di depan gerbang pabrik hanya sekedar menantikan teman-temannya yang pulang keljja. Para pensiunan inipun rnasih tetap mengikuti ke giatan-kegiatan sosial yang diselenggarakan oleh perusahaan tersebut. Bahkan apabila pabrik perusahaan itu membutuhkan pekerja tambahan sementara (part-timer) pada waktu-Waktu pabrik sangat sibuk, para wanita pensiunan itu bersedia bekerjja di pabrik itu dengan upah harian yang jauh lebih rendah dari uang pensiunnya.

Dan contoh-contoh di atas, Brown menarik kesimpulan bahwa pabrik-pabrik itu sesungguhnya mempunyai daya tank, karenajuga berfungsi sebagai pusat kegiatan sosial. Dan orang-orang yang sebenarnya sudah tidak membutuhkan penghasilan berupa uang itu masih juga mau mengerjakan pekezjaan-pekerjaan rutin di pabrik itu hanya karena mereka tidak ingin tersisihkan dari pergaulan sosial masyarakat mereka. Dengan demikian makajelaslah, bahwa uang bukan saru-satunya motivator atau perangsang untuk melakukan pekerjaan.

Dua orang guru besar, Prof Miller dan Prof Form, sehubungangdengan hal ini menyatakan pendapatnya sebagai berikut : “Motivasi untuk bekerja tidak dapat dikaitkan hanya pada kebutuhan-kebutuhan ekonomis belaka, sebab orang tetap akan bekerja walaupun mereka sudah tidak membutuhkan hal-hal yang bersifat materiil. Bahkan walaupun seluruh keluarganya telah diasuransikan untuk jaminan masa depan anak-anaknya, tetap saja orang itu bekerja. Hal itu dilakukan mereka karena imbalan yang mereka peroleh dari kerja itu adalah imbalan sosial, seperti respek dan pengaguman dari rekan-rekan sekerja mereka.

Bagi sementara orang, kerja merupakan sarana untuk menuju ke arah terpenuhinya kepuasan pribadi denganjalan mernperoleh kekuasaan dan menggunakan kekuasaan itu terhadap orang Iain. Pada pokoknya, kerja itu merupakan aktivitas yang memungkinkan terwujudnya kehidupan sosial dan persahabatan. ”

Menimbulkan motivasi agar dicapai kepuasan kerja bagi para karyawan adalah merupakan suatu keharusan bagi setiap manajer. Pada dasamya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individuil. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai-nilai yang berlaku pada dirinya. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan pada masing-masing individu.

Semakin banyak aspek-aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu tersebut, maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakannya.

Dari berbagai penyelidikan, ada beberapa definisi kepuasan kerja yang dapat kita bahas di sini, antara lain :
1 . Kepuasan kerja merupakan penilaian dari pekerja yaitu seberapajauh pekerjaannyasecara keseluruhan memuaskan kebutuhanya. (Robert Hopped New Hope Pensyvania).
2. Kepuasan kerja berhubungan dengan sikap dari karya-wan terhadap pekerjaan itu sendiri, situasi kerja, kerja sama antara pimpinan dan sesama karyawan. (Tiffin).
3. Kepuasan kerja merupakan sikap umum yang merupakan hasil dari beberapa sikap khusus terhadap faktor-faktor pekerjaan, penyesuaian diri dan hubungan social individu di luar kerja. (Blum).
4. Jaminan finansial dan jaminan sosial
5 . Mutu pengawasan.

Sedangkan menurut Anthony, 197Z ada faktor-faktor internal yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu :
1 .Kita harus menyukai pekerjaan kita.
Bagaimana mungkin kita menyukai pekeijaan kita, jika kita merasa sebel dan kesal menghadapi pekerjaan kita. Bila kita merasa terus menerus diburu waktu dan target. Agar kita merasa puas dalam bekerja, pekeijaan apa pun yang kita pegang, kita harus menyukainya. Katakanlah faktor ini suatu “condition sine qua non” bagi tercapainya job satisfaction. Bila kita menyukai pekerjaan kita, maka kita akan melakukan pekerjan dengan hati ruang, tekun, mantap dan bersemangat. Maka suasana yang mengitari pekerjaan kita bukanlah suasana yang murung, pengap menghimpit, melainkan suasana yang lapang dan ceria.
2. Kita harus berorientasi mencapai prastasi yang   Kalau dapat setinggi mungkin, dengan patokan : “the sky is the limit. ” Kita akan senang dalam bekerja dan mencapai kepuasan keijajika kita merasa puas dengan hasil yang kita capai. Dan ini hanya mungkin jika hasil pekerjaan kita mempunyai mutu yang tinggi. Sedangkan hasil keija yang bermutu tinggi hanya mungkin dicapai jika kita bertekad mencapai prestasi yang setinggi mungkin. Prestasi yang ingin kita capai hendaknya tidak terbatas sekedar pada tercapainya target, tetapi harus lebih dari itu. Beyond the target !
3. Kita harus mempunyai sikap positifdalam menghadapi kesulitan. Kesulitan-kesulitan yang kita hadapi hendaknya tidak dipandang sebagai sesuatu yang menjengkelkan atau dengan sikap pesimis. Apa pun kesulitan yang kita hadapi dan betapa besarnya kesulitan itu, seyogyanya dipandang sebagai tantangan (challenge) yang harus diatasi, dicari pemecahannya. Bukankah manusia merupakan makhluk yang kreatifdan berkemauan keras ? Apalagi manusia kaliber manajer. Dalam menghadapi kesulitan atau masalah, diri seorang manajer diharapkan kemampuan memecahkan masalah (problem solving) yang tinggi. Bila kita bertekad keras menghadapi setiap kesulitan, maka kita tak akan mudah patah semangat. Meskipun kesulitan menumpuk setinggi gunung, kita dapat memecahkannya dengan baik.
 

Pengertian Good Corporate Governance atau Tata Kelola Perusahaan

Oleh : Dr Johannes Ibrahim, SH., M.hum
Dari buku "HUKUM ORGANISASI PERUSAHAAN"


Pengertian mengenai tata kelola perusahaan atau Good Corporate Governance, dapat dilihat dari  pendapat beberapa pakar dan Iiteratur, antara lain:

a.Amin Wijaya Tunggal

"Tata kelola perusahaan merupakan sistem yang mengatur ke arah mana kegiatan usaha akan dilaksanakan, termasuk membuat sasaran yang akan dicapai, untuk apa sasaran tersebut perlu dicapai, Serta ukuran keberhasilannya.”

b.Ernst and Young:
"Corporate governance terdiri atas sekumpulan mekanisme yang saling kinerjanya, pasar sebagai pengendali perseroan, struktur kepemilikan, struktur keuangan, investor terkait, dan persaingan produk.

C. Hessel Nogi S. Tangkilisan:
“Corporate governance adalah sistem yang mengatur, mengelola, dan mengawasi proses pengendalian usaha menaikan nilai saham, sekaligus sebagai bentuk perhatian kepada stakeholders, karyavvan, kreditor, dan masyarakat sekitar. Good Corporate Governance berusaha menjaga keseimbangan di antara pencapaian tujuan ekonomi dan tujuan masyarakat.

d. Forum For Corporate Governance in Indonesia:

“Corporate governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus tpengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern Iainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan.

e. Organization for Economics Co-Operation and Development:

“Corporate governance adalah sekumpulan hubungan antara pihak manajemen perusahaan, board dan pemegang saham, dan pihak lain yang mempunyai kepentingan dengan perusahaan Dengan demikian, corporate governance berarti seperangkat aturan yang dijadikan acuan manajemen perusahaan dalam mengelola perusahaan secara baik, benar, dan penuh integritas, serta rnemloina hubungan dengan para stakeholders, guna mewujudkan visi, misi, tujuan, dan sasaran perusahaan yang telah ditetapkan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.