1. Konsep Seni
Pada awalnya media seni dimanfaatkan manusia untuk mengekspresikan keindahan dan kekagumannya terhadap alam sekitarnya. Pada zaman purba, manusia berusaha mengekspresikan rasa keindahannya dengan cara meniru lingkungan. Dalam upaya meniru lingkungan manusia kadang mampu menirunya secara hampir sempurna. Misalnya, lukisan dinding gua yang dihasilkan manusia purba memiliki nilai keindahan yang khas.
Di dalam masyarakat tradisional, konsep seni berkaitan dengan unsur kultural universal seperti religi. Di dalam upacara religi masyarakat tradisional, jenis-jenis kesenian, seperti tari-tarian, musik, nyanyian, dan bendabenda seni berupa topeng dipakai sebagai alatalat upacara keagamaan untuk menambah suasana keramat. Selanjutnya, di dalam antropologi berkembang penelitian mengenai kaitan seni dengan religi. Salah satu konsepsi antropologi tentang seni adalah tulisan Franz Boas yang berjudul Primitive Art pada tahun 1927. Menurut Boas, seni berkaitan erat dengan unsur-unsur religi, ideologi, politik, kekerabatan, dan pendidikan. Oleh karena itu, tidak ada perbedaan antara kualitas seni antara masyarakat barat dan timur. Namun, tingkat teknologi media seni tersebut bervariasi di setiap masyarakat. Misalnya, seni yang sudah ditampilkan dalam bentuk visual.
Selanjutnya, manusia mulai menerapkan ekspresi seni dengan menciptakan garis-garis dan lingkaran geometris dan dekoratif sesuai dengan apresiasi seni dan kualitas seniman. Upaya untuk menempatkan karya seni baru yang tidak meniru lingkungan dilakukan oleh penduduk suku Asmat di Irian Jaya yang menciptakan mbis, yaitu patung-patung yang menggambarkan orang-orang yang disusun secara vertikal yang menggambarkan para leluhur.
2. Fungsi Seni
Berdasarkan pengertiannya, seni adalah keahlian dan keterampilan manusia untuk mengekspresikan dan menempatkan hal-hal yang indah serta bernilai bagi kehidupan, baik untuk diri sendiri maupun untuk masyarakat umum. Menurut buku Ensiklopedi Antropologi, seni dalam masyarakat tradisional berfungsi sebagai salah satu unsur ritual dan simbol keagamaan. Misalnya, di dalam agama Islam di Indonesia terdapat
seni kasidah yang berisi nyanyian memuji Tuhan dalam agama Islam, kaligrafi, dan qiraah atau seni membaca Al-Qur’an dengan lagu. Di dalam agama Kristen seni juga difungsikan untuk mendukung aktivitas keagamaan. Misalnya, dalam kapel Sistina di Roma sebagai pusat agama Katolik di dunia dihiasi oleh lukisanlukisan karya Michael Angelo yang bernilai seni yang berfungsi sebagai simbolisasi untuk mengingatkan manusia akan kejadian saat hari kiamat tiba yang diberi nama Penghitungan Hari Akhir.
Pada zaman purba karya seni dibuat untuk menjamin kelestarian hidup dan menenangkan alam. Di dalam masyarakat purba, kesenian merupakan bagian penting dalam penyelenggaraan upacara adat dan ritual keagamaan. Kegiatan kesenian digunakan sebagai sarana komunikasi dengan roh dan pemeliharaan keseimbangan hidup antara alam dan manusia. Karena diciptakan sebagai sarana ritual dan upacara adat, karya-karya seni pada masa purba mengandung simbol-simbol keagamaan. Selain itu, seni juga berfungsi sebagai benda-benda teknologi dalam masyarakat tradisional.
Berbagai suku bangsa di Indonesia menghasilkan kerajinan yang sangat indah dalam berbagai bahan, seperti keranjang, tembikar, kerajinan kayu, dan kerajinan logam. Masyarakat tradisional menciptakan benda-benda fungsional, seperti tembikar, senjata, dan wadah yang mengandung unsur keindahan.
Selain mempunyai fungsi yang bersifat religius, seni mempunyai fungsi yang bersifat sekuler sebagai ungkapan rasa estetika manusia yang didorong kebutuhan manusia untuk mengungkapkan rasa keindahan dan hiburan semata. Koentjaraningrat membagi seni dalam konteks keindahan menjadi beberapa bagian, yakni seni lukis, suara, dan tari. Setiap jenis seni tersebut berfungsi memenuhi kebutuhan manusia untuk mengungkapkan keindahan.
Misalnya, para seniman seperti para penyanyi atau penari yang ingin mengekspresikan rasa keindahan dan kegembiraan hatinya.
Menurut Boas, di dalam masyarakat modern seni berkaitan dengan politik dan ideologi karena oleh para seniman lukisandijadikan sarana untuk mengekspresikan protes sosial yang tidak bisa diungkapkan melalui media massa atau lembaga politik lainnya atau untuk menunjukkan realitas kehidupan yang sebenarnya. Seorang pelukis dari Jogyakarta yang pada masa orde lama tergabung dalam organisasi seniman PKI atau Lembaga Kesenian Rakyat (LEKRA), Djoko Pekik, melukis celeng (babi hutan) sebagai representasi penindasan penguasa rezim Orde Baru. Selain mengandung nilai seni, lukisan Djoko Pekik tersebut juga berfungsi sebagai sarana kritik sosial politik. Selain itu, fungsi kritik sosial seni juga terdapat dalam novel-novel karangan Pramoedya Ananta Toer yang sempat dicekal pemerintah Orde Baru atau lagu-lagu Iwan Fals yang dianggap mengkritik kebijakan rezim Orde Baru.
Lukisan babi hutan karya Joko Pekik |
Pemerintah seolah-olah melakukan campur tangan terhadap bidang kesenian di Indonesia. Misalnya, lahirnya Badan Sensor Film (BSF) merupakan salah satu bentuk upaya pemerintah untuk mengawasi peredaran film di Indonesia. Langkah itu dilakukan untuk menyaring film-film, baik dari luar negeri maupun dalam negeri yang dianggap tidak sesuai dengan budaya bangsa. Oleh karena itu, pemerintah mewajibkan setiap film yang akan diedarkan di seluruh Indonesia untuk dinilai oleh BSF.
Oleh : Siany L., Atiek Catur B.
"Khazanah ANTROPOLOGI"
Diterbitkan oleh Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2009
Baca juga:
No comments:
Post a Comment