Pembukaan UUD 1945 Alinea IV
menyatakan bahwa kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu disusun dalam suatu
Undang-Undang Dasar Negara Indonesia
yang tefoentukdalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan
rakyat. Berdasarkan Pasal 1 Ayat 1 UUD 1945, negara Indonesia adalah negara
kesatuan yang berbentuk republik. Berdasarkan hal itu dapat disimpulkan bahwa
bentuk negara Indonesia adalah kesatuan, sedangkan bentuk pemerintahannya
adalah republik.
Selain bentuk negara kesatuan dan
bentuk pemerintahan republik, Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
sebagai kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Hal itu didasarkan
pada Pasal 4 Ayat1 yang berbunyi, "Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar”. Dengan demikian, sistem pemerintahan
di Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial. Melihat sejarah masa
lalu, Indonesia pernah mengalami berbagai babak mengenai sistem pemerintahan.
Sistem Pemerintahan Menurut UUD 1945 Awal Kemerdekaan
1.
Sistem
Pemerintahan pada Masa UUD 1945
Dalam kurun waktu 18 Agustus 1945
sampai dengan 27 Desember 1949, sistem pemerintahan Indonesia berdasarkan UUD
1945 adalah presidensial. Dalam sistem pemerintahan presidensial, presiden
mempertanggung jawabkan pelaksanaan tugas eksekutifnya kepada parlemen.
Presiden berkedudukan sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Presiden
dan pariemen tidak dapat saling menjatuhkan.
Pada masa UUD 1945 menganut
sistem pemerintahan presidensial, hal ini dapat dilihat dalam beberapa pasal
UUD 1945, di antaranya:
a. Pasal 4 ayat 1 UUD 1945
"Presiden Republik Indonesia
memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar"
b. Pasal 17 ayat 1 UUD 1945
"Presiden dibantu oleh
menteri-menteri negara"
c. Pasal 17 ayat 2 UUD 1945
"Menteri-menteri negara
diangkat dan dihentikan oleh presiden" e
d. Pasal 17 ayat 3 UUD 1945
"Menteri-menteri itu
memimpin departemen pemerintahan"
Namun pada masa awal kemerdekaan,
ketentuan dalam pasai-pasai tersebut belum dapat diterapkan karena sistem
pemerintahan Indonesia pada waktu itu memiliki ciri tersendiri yaitu adanya
pemberian kekuasaan yang sangat besar kepada presiden.
Berdasarkan penjelasan Pasal IV
Aturan Peralihan, bahwa sebelum Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk menurut Undang-Undang Dasar ini
segala kekuasaan dijalankan oleh presiden dengan bantuan Komite Nasional.
Sehingga pada waktu itu kekuasaan presiden sebagai berikut.
a. Presiden adalah pelaksana
kedaulatan rakyat.
b. Presiden berwenang menetapkan
dan mengubah Undang-Undang Dasar.
c. Presiden meiaksanakan
kekuasaan pemerintahan.
d. Presiden bervvenang menetapkan
garis-garis besar haluan negara.
e. Presiden benwenang membuat
segala bentuk peraturan perundangan.
Panitia Persiapan kemerdekaan Indonesia, pada tanggai 18Agustus
1945 memilih Soekarno dan Mohammad Hatta sebagai presiden dan
wakil presiden RI. Selanjutnya tanggal 22Agustus 1945 sidang PPKI menetapkan
beberapa penyeienggaraan negara dalam rangka melaksanakan aturan peralihan UUD 1945,
di antaranya:
a. Membentuk partai politik
sebagai alat perjuangan yaitu Partai Nasional Indonesia.
b. Membentuk Badan Keamanan
Rakyat (BKR).
c. Membentuk Komite Nasional
Indonesia (KNI) sebagai pembantu presiden sebelum DPR dan MPR dapat didirikan.
Pada masa ini dapat juga jabatan
Iain selain jabatan presiden yaitu wakil presiden, menteri-menteri dan Komite Nasional Indonesia (KNI) yang
semuanya berfungsi sebagai pem bantu presiden. Dengan keadaan seperti ini, maka
presiden dapat melaksanakan kekuasaan yang besar, tanpa ada pengawasan dari
badan Iainnya. Namun setelah dikeluarkan Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal
16 Oktober 1945 yang berisi bahwa seiama belum dibentuknya MPR dan DPR, KNIP
diberi kekuasaan Iegislatif dan ikut menetapkan garis-garis besar haluan negara
(GBHN). Maka sejak saat itu kekuasaan presiden makin berkurang. Kekuasaan
presiden sebagian beralih sebagai Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Hal ini
menyebabkan berubahnya kedudukan presiden yaitu yang semula hanya sebagai badan
pembantu presiden menjadi parlemen (Badan
Perwakilan Rakyat).
Komite Nasional Indonesia diberi kekuasaan legislatif akan tetapi
menteri-menteri kedudukannya sebagai pembantu presiden, dan sebelum maupun sesudah
keiuarnya Maklumat Wakil Presiden No. X, menteri-menteri tetap bertanggungjawab
kepada presiden, bahkan kepada KNIP. Selanjutnya atas usul Badan Pekerja KNIP,
pada tanggai 11 November 1945 kepada presiden, Presiden Soekarno mengeluarkan Maklumat
Pemerintah 14 November 1945 yang berisi bahwa para menteri bertanggung jawab
pada parlemen (KNIP). Dengan demikian sejak saat itu para menteri bertanggung
jawab kepada' Badan Perwakilan Rakyat yaitu Komite Nasional Indonesia Pusat
(KNIP) dan tidak bertanggungjawab Iagi kepada presiden. Sejak tanggal 14
November 1945 puia sistem pemerintahan Indonesia berubah yaitu dari system pemerintahan
presidensial menjadi parlementer, akibat perubahan tersebut maka Soekarno
sebagai presiden berkedudukan sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan
dipimpin oleh Sutan Syahrir.
Dalam kurun waktu 1945-1949,
terjadi tiga kali perpindahan kekuasaan dari perdana menteri ke tangan
presiden, dan tedadi delapan kali pergantian kabinet. Dalam pelaksanaan sistem
pemerintahan pada masa ini temyata terdapat penyimpangan dari ketentuan UUD
1945, terutama karena faktor politik, di antaranya adalah sebagai berikut:
a. Berubahnya fungsi Komite
Nasional Pusat (dibentuk PPKI, tanggai 22
agustus 1945) yaitu dari pembantu presiden menjadi badan yang diserahi
kekuasaan Iegislatif (seharusnya DPR), dan ikut menetapkan Garis-Garis Besar
Haluan Negara (sesungguhnya wewenang MPR). Keputusan ini berdasarkan Maklumat
Wakil Presiden No. X tanggai 16 Oktober
1945.
b. Terjadinya perubahan sistem
Kabinet Presidensial menjadi Kabinet Parlementer berdasarkan usul badan pekeda
Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) pada tanggai 11 November 1945, yang kemudian disetujui oleh presiden dan di
umumkan dengan Maklumat Pemerintah tanggai 14
November 1945
2. Sistem Pemerintahan Pada Masa Konstitusi RIS 1949
Sistem pemerintahan Indonesia
menurut Konstitusi RIS, dalam kurun waktu 27 Desember 1949 sampai dengan 17
agustus 1950 adalah parlementen Penerapan sistem pemerintahan parlementer oleh Konstitusi
RIS ini didasarkan pada:
a. Pasal 691ayat 1 KRIS
Presiden ialah kepala negara
b Pasal 118 ayat 1 KRIS
Presiden tldak dapat diganggu
gugat
c Pasal 118 ayat 2 KRIS
Menteri menteri bertanggungjawab
atas seluruh kebuaksanaan pemerintah baik bersama sama untuk seluruhnya maupun
masmg masmg untuk bagiannya sendiri sendiri dalam hal ltu
Namun sistem pemerintahan yang
dianut pada masa Konstitusi RIS bukan kabinet parlementer murni melainkan
Sistem Pariementer Kabinet semu (Quasi Parlementer). Karena dalam sistem
parlementer murni, parlemen (legislatif) mempunyai kedudukan yang sangat
menentukan terhadap kekuasaan pernerintah (eksekutif), tapi kenyataan parlemen
kedudukannya hanya terbatas pada hal-hal tertentu saja.
Sistem pemerintahan parlementer,
kabinet semu (Quasi Parlementer) yang dianut oleh Konstitusi RIS, dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a. Pengangkatan perdana menteri
dilakukan oleh presiden, bukan oleh parlemen sebagaimana Iazimnya (Pasal 74
ayat 2).
b. Kekuasaan perdana menteri
masih dicampur tangani oleh presiden. Hal itu dapat dilihat pada ketentuan bahwa presiden dan menteri-menteri
bersama-sama merupakan pemerintah. Seharusnya presiden hanya sebagai kepala
negara, sedangkan kepala pemerintahannya dipegang oleh perdana menteri (Pasal
68 ayat 1).
c. Kabinet dibentuk oleh
presiden, bukan oleh parlemen (Pasal 74).
d. Pertanggungjawaban menteri
baik secara perorangan maupun bersama-sama adalah kepada DPR, namun harus
melalui keputusan pemerintah (Pasal 74 ayat 5).
e. Parlemen tidak mempunyai
hubungan erat dengan pemerintah sehingga DPR tidak punya pengaruh besarterhadap
pemerintah. DPR juga tidak dapat menggunakan mosi tidak percaya terhadap Kabinet
(Pasal 118 dan 122).
f. Presiden RIS mempunyai
kedudukan rangkap, yaitu sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan
(Pasal 68 dan 69).
3. Sistem Pemerintahan pada Masa UUDS 1950
Sistem pemerintahan yang dianut
oleh Undang-Undang Sementara 1950 yang berlaku antara 17 Agustus 1950 sampai
dengan 5 Juli 1959 adalah parlementer. Hai ini dijelaskan dalam pasal-pasal
berikut.
a. Pasal 45 ayat1 UUDS 1950
"Presiden adalah kepala
negara"
b. Pasal 83 ayat1 UUDS 1950
"Presiden dan Wakil Presiden
tidak dapat diganggu gugat"
c. Pasal 83 ayat 2 UUDS 1950
"Menteri-menteri
beitanggungjawab atas keseluruhan kebijaksanaan pemerintah baik bersama-sama untuk
seluruhnya, maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri"
d. Pasal 84 UUDS 1950 .
"Presiden berhak membubarkan
DPR, keputusan presiden yang menyatakan pembubaran itu, memerintahkan pula
untuk mengadakan pemilihan DPR dalam 30 hari"
Namun sistem pemerintahan yang
dianut UUDS 1950, tidak jauh berbeda dengan yang dianut oleh Konstitusi RIS
1949 yaitu sistem parlementer semu (Quasi parlementer). Ketidakmurnian (semu)
parlementer pada masa UUDS 1950
ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a. perdana menteri diangkat oleh
presiden (seharusnya oleh parlemen) (Pasal 51 ayat 2).
b. kekuasaan perdana menteri
sebagai ketua dewan menteri masih dicampurtangani oleh presiden (seharusnya
presiden hanya sebagai kepala negara dan kepala pemerintahannya adalah perdana menteri)
(Pasal 46 ayat 1).
c. pembentukan kabinet dilakukan
oleh presiden dengan menunjuk seseorang atau beberapa orang pembentuk kabinet
(lazimnya oieh parlemen) (Pasal 50 jo 51 ayat 1).
d. pengangkatan atau penghentian
menteri-menteri dan kabinet dilakukan dengan keputusan presiden (lazimnya oleh
parlemen) (Pasal 51 ayat 5).
e. Presiden dan wakil presiden
berkedudukan selain sebagai kepala negara juga sebagai kepala pemerintahan
(seharusnya terpisah) (Pasal 45 jo 46 ayat 1) .
Berdasarkan penjelasan di atas,
ditunjukkan bahwa sistem pemerintahan dalam UUDS 1950, adalah sistem
parlementer yang masih terdapat pula ciri-ciri Kabinet presidensiil. Danjuga
sistem pemerintahan yang dianut dalam konstitusi RIS, masih dapat ditemukan
dalam UUDS 1950.
Pada tanggal 1 April 1953,
Undang-Undang tentang Pemiiihan Umum yaitu UU No. 7 tahun 1953 diumumkan
selanjutnya tanggal 29 september 1955 diadakan pemilihan umum (pemilu) yang
pertama kali di Indonesia, pemilu ini diselenggarakan untuk memilih anggota
DPR. Pada tanggal 10 November 1956 Konstituante hasil pemilu 1955 mulai
menggelar sidangnya di Bandung. Dalam sidang ini agenda utama adalah menetapkan
_UUDS 1950. Namun seteiah bersidang selama tiga tahun, badan yang bertugas membuat
konstitusi tersebut gagai membuat UUD baru. Kegagalan ini disebabkan karena
adanya perdebatan panjang diseputar persoalan dasar negara. Pada tanggal 25
April 1950, presiden Soekarno memberikan amanatnya dalam sidang Konstituante
agar menetapkan UUD 1945 sebagai pengganti UUDS 1950. Seianjutnya tanggal 29
Mei 1950 konstituante kembali bersidang, namun perdebatan tentang dasar negara
Republik Indonesia masih saja terjadi. Karena konstituante telah dianggap gagal
menetapkan UUD 1945, akhirnya tanggal 5 Juli 1959 presiden Soekamo mengeluarkan
Dekrit yang berisi antara Iain bahwa konstituante dibubarkan dan kembali ke UUD
1945.
4 Sistem Pemerintahan pada Masa UUD 1945 Orde Lama (ORLA)
Dekrit presiden 5 Juli 1959
adalah dasar hukum beiiakunya kembali Undang-Undang Dasar1945 dalam
menggantikan UUDS 1950. Kurun waktu pemerintahan orde Iama adalah 5 Juli sampai
dengan 11 Maret 1966. Isi Dekrit Presiden di antaranya adalah:
1) Pembubaran Konstituante.
2) Beriakunya kembali
Undang-Undang Dasar1945.
3) Pembentukan MPRS dan DPRS.
Dengan dikeluarkannya Dekrit
Presiden 5 Juli 1959, pertentangan yang terjadi dalam badan Konstituante
berakhir. Sistem pemerintahan parlementer ditinggalkan dan bangsa Indonesia
kembali menganut kabinet presidensial. Dan presiden yang mengambil alih
kekuasaan eksekutif yang tadinya dipegang oleh perdana menteri. Dalam
pemerintahan orde Iama, sistem demokrasi yang diterapkan adalah demokrasi
terpimpin, yaitu demokrasi yang dipimpin oleh Pancasila dan UUD 1945. Dengan demokrasi
terpim pin segaia kebijakan dan peraturan-peraturan maupun perundang-undangan
yang dikeiuarkan harus sesuai dengan Pancasiia dan UUD 1945. Presiden soekarno
memiiih Demokrasi terpimpin yang dianggap khas di Indonesia karena sesuai
dengan siia ke 4 Pancasila. Kata "terpimpin" mengacu pada " ....
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan .... ". Tetapi ternyata pelaksanaan
Demokrasi Terpimpin, tidak secara terpimpin oleh Pancasiia dan UUD 1945 namun
cenderung terpimpin oleh presiden.
Penerapan Demokrasi Terpimpin
menyebabkan penyimpangan-penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945, di
antaranya adalah:
1) Penyimpangan ideologis, yaitu
konsepsi Pancasila telah berubah menjadi konsepsi Nasakom (Nasionalis, Agama,
dan Komunis).
2) Pelaksanaan demokrasi
terpimpin berubah menjadi pemusatan kekuasaan pada presiden dengan wewenang
yang melebihi dari ketentuan yang ada di UUD 1945, yaitu mengeluarkan produk hukum
setingkat undang-undang tanpa persetujuan DPR, dalam bentuk penetapan presiden (penpres).
3) Pengangkatan Ir. Soekarno
sebagai presiden seumur hidup oleh MPRS meiai ui ketetapan MPRS No III/
MPRS/1963
4) Presiden pada tahun 1960
membubarkan DPR hasil pemiiu tahun 1955, karena DPR tidak menyetujui RAPBN yang
diajukan oleh pemerintah. Selanjutnya tanpa melalui pemllu dibentuklah DPR-GR.
5) Hak budget DPR tidak berjalan
seteiah tahun 1960 karena pemerintah tidak mengajukan RUU- APBN untuk mendapat
persetujuan dari DPR sebelum berlakunya tahun anggaran yang bersangkutan.
6) Mengangkat pimpinan lembaga
tertinggi (M PRS) dan lembaga tinggi (DPR) negara menjadi menteri negara, yang
berarti juga sebagai pembantu presiden
7) Penyelewengan politik Iuar
negeri bebas aktif yaitu politik Iuar negeri yang berporoskan Jakarta-Peking ,Phnompen
- Pyong - Yang. Akibatnya terjadi konfrontasi dengan Malaysia, dan pada akhirnya
Indonesia keluar dari PBB.
Orde Baru (ORBA)
Orde baru merupakan tatanan
seluruh perikehidupan rakyat, bangsa dan negara yang diletakkan kembali pada
pelaksanaan kemurnian Pancasila dan UUD 1945. Pemerintahan orde baru dipimpin oleh
pengemban supersemar yaitu presiden Soeharto, pada kurun waktu 11 Maret 1966
sampai dengan 21 Mei 1998. lstiiah orde baru digunakan sebagai pemisah antara
kepemimpinan sebelum tahun 1966 dengan kepemimpinan sesudah 11 Maret 1966.
Orde baru merupakan koreksi
terhadap segaia macam bentuk penyimpangan sejarah bangsa Indonesia yang tedadi
sejak tahun 1945 sampai 1965. Dalam masa orde baru diberlakukan demokrasi Pancasila,
yaitu untuk menerapkan kedauiatan rakyat dalam kehidupan pemerintahan. Sebagai
bentuk pelaksanaan demokrasi Pancasila maka orde baru menyeienggarakan
pemilihan umum secara teratur. Penyelenggaraan pemilu pada masa orde baru
terjadi beberapa kali, yaitu:
No
|
tahun
|
Parpol Peserta pemilu
|
1
|
1971
|
Golkar, Nu, Parmusi, PNII,PSII, ParkIndo,Partai
Katolik, Peru, IPKI dan Murba
PPP (gabungan NU, Parmusi,PSII dan Perti),
Golkar, PDI (gabungan PNI,
Parkindo, Partai Katholik, IPKI dan Murba)
PPP, Golkar, dan PDI
PPP, Golkar, dan PDI
PPP, Golkar, dan PDI
PPP, Golkar, dan PDI
|
2
|
1977
|
|
3
|
1982
|
|
4
|
1987
|
|
5
|
1992
|
|
6
|
1997
|
Pemerintah orde baru dapat
berjalan dengan baik menurut UUD 1945, hal ini terjadi karena keberhasilan penyelenggaraan
pemilu. Lembaga negara pun dapat berfungsi dengan baik, stabilitas keamanaan dan
perekonomian dalam pemerintahan orde baru semakin membaik. Soeharto sebagai
presiden Indonesia pada waktu itu telah dipilih MPR sebanyak 6 kali pemilu,
yaitu dalam pemilu 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Namun dalam masa
jabatan lima tahun yang ke tujuh, tidak dapat diselesaikan oleh presiden
Soeharto, karena tanggal 21 Mei 1998
terjadi aksi-aksi demonstrasi mahasiswa bersama rakyat. Demonstrasi
besar-besaran ini menuntut mundurnya Soeharto dari jabatannya sebagai presiden.
Pemerintahan orde baru yang di pimpin oleh presiden Soeharto dianggap telah
meiakukan banyak penyimpangan, sehingga rakyat marah dan menginginkan adanya
perubahan dan pergantian presiden. Selanjutnya karena banyaknya tuntutan dan
tekanan dari rakyat yang menginginkan di rinya mundur, Soeharto akhirnya
menyerahkanjabatannya sebagai presiden kepada wakil presiden BJ. Habibie
berdasarkan pasal 8 UUD 1945. Kemudian MPR melantik BJ. Habibie
menjadi presiden ketiga RI, dan
dengan digantikannya Soeharto sebagai presiden oleh BJ. Habibie sebagai
presiden baru maka masa pemerintahan orde baru berakhir.
Dalam pemerintahan orde baru,
terdapat beberapa penyimpangan yang tidak selaras dengan demokrasi sistem
pemerintahan Indonesia menurut UUD 1945, di antaranya adalah:
1) Fungsi lembaga majelis
permusyawaratan tidak bedalan dengan baik, melainkan hanya menjadi stempel
pemerintahan saja dalam melegaiisasi tindakannya.
2) Fungsi Iembaga peradilan tidak
sebagaimana mestinya, peradilan hanya memihak pemerintah, sedangkan masyarakat
tidak mendapatkan keadilan yang seharusnya mereka dapatkan.
3) Pelaksanaan perekonomian hanya
menguntungkan sebagian orang saja yang duduk dalam pemerintahan dan menjadikan
mereka sebagai konglomerat.
4) Praktek Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme (KKN) sangat kentara dalam segala aspek kehidupan bernegara dan sudah
sangat merugikan kekayaan negara.