Thursday, February 14, 2013

Pengertian Sejarah, Apa Itu Sejarah?

Prawacana 

Pertama kali mendengar atau melihat kata sejarah, maka yang terbayang dalam benak kita adalah sesuatu yang telah berlalu. Sebut saja salah seorang sejarawan Amerika, berujar bahwa sejarah itu sebagai suatu posisi atau cara pandang (Kuntowijoyo 2005:18). lbarat seorang penumpang kereta api, meskipun geraknya begitu cepat, namun posisi yang tepat ialah menghadap ke belakang. Tentu suatu kesalahan bila sang penumpang itu menghadap ke depan, meski dia bisa menoleh ke kiri ataupun ke kanan. Gerakan itu dilakukan untuk mengimbangi posisinya dan agar pandangannya pada sesuatu yang telah dilaluinya tetap. Dengan kata Iain tujuan tolehan itu, untuk mengukuhkan totalitas dari realitas yang dilaluinya.

Tidak mengherankan bila sejarawan ataupun orang yang belajarsejarah, hanya punya kuasa atas ruang kehidupan masa lalu. Seringkali tanpa disadari seseorang menganggap sejarah sebagai sesuatu yang kuno, klasik, ketinggalan zaman, dan predikat negatif lainnya yang sesungguhnya hendak menyatakan bahwa tidak ada gunanya tahu atau belajar sejarah. Bukankah jalan hidup kita ini menuju masa yang akan datang dan sejarah itu sendiri adalah tentang sesuatu yang telah lalu, saperti itu kata mereka. Namun  demikian, dapat juga dikatakan ironis, ketika mereka ditanya tentang asal usul serta ihwal keterangan waktu dan tempat kelahirannya, juga sepintas mengenai perjalanan hidupnya hingga saat itu, maka dengan mudah dan tanpa perlu Iama menggunakan waktu dia Iangsung menjawab pertanyaan itu. Sebaliknya, bila ia ditanya tentang apa dan bagaimana yang akan terjadi, seperti yang didewakannya (dalam cara pandang), mungkin harus berpikir sejenak dan butuh waktu beberapa menit sambil mengorek referensi unwriting atau mengingat kembali himpunan konsepnya yang terkait dengan itu, kemudian memberikan komentar.  

Tanpa bermaksud mengabaikan arti pentingnya masa depan, tetapi hendak menunjukkan betapa masa Ialu itu mudah dan "gratis", sehingga siapa pun dapat mengatakannya, termasuk mereka yang melihat dengan sebelah mata masa Ialu itu. Dengan kata Iain, pengetahuan dan kesadaran atas eksistensi serta kondisi kekinian kita hanya bisa dipahami dengan membuka tabir transparan masa Ialu. Melalui cara itu pula kita dapat memprediksikan tentang apa dan bagaimana masa depan. 

Beberapa Pendapat Ahli

Sejarawan Inggris, Edward Hellet Carr (1892-1982), percaya bahwa meskipun para sejarawan tidak bisa memprediksi peristiwa-peristiwa tertentu, mereka bisa membuat generalisasi yang berguna baik sebagai petunjuk untuk tindakan masa depan maupun sebagai kunci untuk memahami bagaimana hal-hal bisa terjadi (Warrington 2008:54).
 
Sering pula terdengar kalimat bahwa, tentang apa dan bagaimana masa depan itu merupakan ranah ilmu Iain yang tidak boleh dilirik oleh sejarawan. Seakan mereka hanya bisa tahu dan bulajar tentang masa Ialu sebagai ruang kajiannya. Demikian  pula sebaliknya, ilmuwan Iain tidak boleh melihat bidang kajian sejarawan. Kesan seperti ini terjadi di lnggris antara sejarawan dengan sisio\ogiawan. Apa yang dilakukan oleh sejarawan dalam pandangan sosiologiawan hanyalah upaya mengumpulkan fakta ac sich yang amatiran. Dalam bekerja, mereka tidak mempunyai sistem atau metode. Ketidakakuratan data yang dikumpulkannya itu kemudian dicocok-cocokkan dengan kekurangmampuan mereka dalam menganalisisnya. Sebaliknya, sejarawan menganggap bahwa sosiologiawan adalah orang yang suka menggunakan istilah selingkungan (jargon) yang kasar dan abstrak untuk menyatakan hal-hal yang sebenarnya sudah jelas. Mereka tidak memiliki pengetahuan tentang waktu dan tempat serta membenamkan individu-individu ke dalam kategori-kategori yang kaku. Meski demikian, mereka tetap menjustifikasi kerjanya sebagai sesuatu yang ilmiah. 

Kontradiksi atas cara dan hasil kerja kedua ilmuwan tersebut oleh sejarawan Perancis yang juga adalah tokoh utama aliran sejarah Annales, Fernand Braudel, bagaikan "dialog si tuli" (Burke 2011). Antara satu dengan yang lain mempunyai otoritas bercerita dan hak untuk atau 'cidak mendengarkan cerita orang lain tentang objek yang sama, yakni masyarakat secara keseluruhan beserta seluruh aspek perilaku manusia. Perbedaan itu dlsebabkan oleh cara pandang yang berbeda terhadap objek kajian. Lalu, What is History?, demikian kata kunci karya Edward Hellet Carr (1987). Kata sejarah diadopasi dari bahasa Arab yaitu Syajarah yang berarti pohon kehidupan. Maksudnya, segala hal mengenai kehidupan memiliki “pohon" yakni masa lalu itu sendiri. Sebagai pohon, sejarah adalah awal dari segalanya yang menjadi realitas masa kini. Singkatnya, masa kini adalah produk atau warisan masa lalu. Hal ini berkorelasi dengan arti kata syajarah sebagai keturunan dan asal-usul. Syajarah sering dikaitkan pula dengan makna kata silsilah (juga dari bahasa Arab) yang berarti urutan, seri, hubungan, dan daftar keturunan. Terminologi Arab Iainnya yang menunjuk pada makna kata itu ialah ta'rikh (dari kata arkh yang artinya rekaman suatu peristiwa tertentu pada waktu tertentu) berarti buku tahunan, kronik, perhitungan tahun, buku riwayat, tanggal, dan pencatatan tanggal.  

Kata syajarah bersinonim dengan istilah babad dalam tradisi masyarakat Jawa yang berarti riwayat kerajaan, riwayat bangsa, buku tahunan, dan kronik, Masyarakat Sulawesi Selatan mempunyai suatu tradisi pencatatan atas kejadian-kejadian atau peristiwa penting secara teratur dan detail di atas daun lonta; yang dikenal dengan Attoriolong (Bugis) atau Pattoriolong (Makassar). Catatan itu antara lain berisi informasi mengenai asal-usul, tempat dan tanggal Iahir, serta situasi atau kondisi tertentu pada saat seseorang dilahirkan. Kebanyakan tulisan-tulisan itu berkaitan dengan aktivitas politik dan pemerintahan kerajaan-kerajaan. Salah satu karya penting terkait dengan itu ialah Lontarak Bilang Raja Gowa dan Tallok yang dibuat pada abad ke-16 (Kamaruddin dkk 1986; Noorduyn 1995; Abidin 1999). Karya ini merupakan catatan harian raja terkait dengan kejadian-kejadian penting di daerah ini dan di Iuar daerah terutama yang terkait dengan kerajaan Gowa-Tallo (biasa juga disebut Kerajaan Makassar) pada abad ke-16 hingga paruh pertama abad ke-18.

Sejarah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mengandung tiga makna, yaitu: (1) kesusasteraan Iama (silsilah, asal usul), (2) kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lalu, dan (3) ilmu, pengetahuan, cerita, pelajaran tentang kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa Iampau, atau juga disebut riwayat (Poerwadarminta 2003). Dalam bahasa asing  dikenal istilah histoire (Prancis), geschicte (Jerman), geschiedenis (Beianda), historia (Yunani), dan histoire (Latin).

 Sejarah juga merupakan terjemahan dari kata history (lnggris) yang berarti sejarah. Secara harfiah terdapat empat pengertian dari kata itu. Pertama, kata yang menunjuk pada sesuatu yang teiah berlalu, suatu peristiwa atau suatu kejadian. Keduo, kata history bermakna riwayat dari pengertian pertama. Ketiga, semua pengetahuan tentang masa lalu, daiam hal ini berkaitan erat dengan duduk persoaian tertentu pada umumnya dan khususnya tentang masyarakat tertentu. Keempat, history ialah ilmu yang berusaha menentukan dan mewariskan pengetahuan (Gazalba 1981:2).
 Kata history dalam New American Encyclopedia (1958) berarti kegiatan-kegiatan manusia yang berhubungan dengan peristiwa- peristiwa tertentu dan ditempatkan dalam kronologi antara yang satu dengan yang lain. Dalam Webster’s American Dictionary (1957), diartikan sebagai completelly annual about the past event (laporan lengkap tentang peristiwa yang Ialu), baik dari suatu bangsa atau negara, dengan ulasan tafsiran dan keterangan, yang membedakannya dari sekedar annals dan kronik. ,

Setelah melewati prawacana dan beberapa terminologi tentang sejarah, kini dicoba untuk menghadirkan beberapa argumen ahli tentang sejarah. Bila muncul pertanyaan, apa itu sejarah? Dengan mudah orang awam menjawab, adalah masa Ialu yang diceritakan kembali. Ada juga yang berpendapat bahwa sejarah adalah ilmu yang mempelajari tentang masa lalu, sekarang, dan akan datang. Pendapat yang terakhir Iebih mengarah pada dimensi waktu sejarah yang sering diidentikan dengan tiga masa itu. Kemudian, bagaimana mengetahui peristiwa sejarah? Sesuatu yang diketahui berarti teiah atau sedang terjadi. Adalah tidak mungkin seseorang mengetahui sesuatu yang belum terjadi, kecuali hanya daiam batasan prediksi  atau perkiraan. Pengetahuan tentang sesuatu yang telah terjadi harus didukung oleh sumber sejarah sebagai bukti terjadinya sesuatu, atau juga disebut duta zamannya. Sejarawan lbnu Khaldun (1332-1406) memberikan penafsiran tentang sejarah atau fann al-tarikh dalam tiga untaian kalimat yang dituangkan secara terpisah dalam karya monumentalnya Muqaddimah Ibn Kha/dun (Khalduun 1982). 

Pertama, bahwa fann al-tarikh itu termasuk satu fann dimana bangsa-bangsa dan generasi bergiliran tangan mempelajarinya. Antara orang-orang berilmu dan orang-orang bodoh memiliki kadar pengetahuan yang sama tentang sejarah. Karena pada awalnya sejarah tidak lebih dari sekedar berita tentang peristiwa- peristiwa politik, negara-negara, dan kejadian-kejadian masa Iampau (hlm. 26). 

kedua, sesungguhnya funn al-tarikh itu merupakan funn yang memiliki mazhab (metode) yang berharga, banyak faedahnya dan mulia tujuanya. la dapat memberikan kepada kita ihwal bangsa- bangsa terdahulu yang terefleksi dalam perilakunya (hlm. 33).
Ketiga, bahwa tarikh adalah berita tentang al-Utima’ al- insani (komunitas manusia) dan pada umumnya mencakup segala perubahan yang terjadi dalam peradaban karena watak peradaban itu sendiri. 

Kata Fann al-Tarikh dalam pandangan sejawaran Islam ini memiliki dua makna, yaitu Iuar dan dalam. Dari sisi Iuar, sejarah merupakan perputaran waktu, rangkaian peristiwa dan pergantian kekuasaan. Sejarah pada sisi ini hanya mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan elementer yang berkaitan dengan 'apa', 'siapa', 'kapan’, dan 'dimana’ periistiwa itu terjadi. Dalam hal ini, kadar pengetahuan sejarah antara ilmuwan dan bukan ilmuwan adalah sama. Pengetahuan seperti ini disebut sejarah naratif (a  story that told). Sedangkan sejarah dari sisi dalam adalah suatu penalaran kritis dan usaha yang cermat untuk mencari kebenaran, suatu penjelasan yang cerdas tentang sebab-musabab, tentang asal usui segala sesuatu, suatu pengetahuan yang mendalam mengapa dan bagaimana peristiwa itu terjadi. Pemahaman seperti inilah yang disebut sejarah kritis dan hanya bisa dipahami oleh mereka yang memiliki kerangka berfikir kritis (filsafat). Singkatnya, fann al-tarikh semacam ini sulit atau mungkin tidak bisa dipahami oleh orang-orang yang tidak berilmu, kecuali pada sejarah dalam arti luarnya (Suharto 2003 :82-84).

Sejarah dalam pandangan R. Mohammad Ali (2005 212) adalah (1) jumlah perubahan-perubahan, kejadian-kejadian, dan peristiwa-peristiwa dalam kenyataan sekitar kita, (2) cerita tentang perubahan-perubahan itu dan sebagainya, dan (3) ilmu yang bertugas menyelidiki tentang perubahan dan sebagainya. Edward Hellet Carr (1987) mendefinisikan sejarah sebagai suatu dialog yang tak berkesudahan antara sejarawan dengan masa Ialunya dan sejarawan dengan sumber-sumbernya.
Definisi sejarah Ali menunjuk pada tiga hal pokok, yakni peristiwa dan perubahan, cerita, dan ilmu yang mempelajari tentang peristlwa dan perubahan. Sedangkan, definisi Carr mengacu pada aspek dinamisasi dalam memberikan interpretasi atas suatu peristiwa. Dengan kata lain, pemahaman atau penafsiran terhadap suatu perlstiwa tidak pernah mencapai final. Karena itu, setlap generasi berhak untuk menginterpretasikan masa Ialunya berdasarkan sudut pandangnya sendiri. Every man its own history (setiap orang adalah Sejarawan bagl dirinya sendiri), demikian kata Carl G. Gustavson (1955).
 
Sejarawan Inggris, Robin George Collingwood (1889-1943), memberikan tiga pengertian tentang sejarah, yaitu: (1) semua  sejarah adalah sejarah pemikiran, (2) pengetahuan sejarah adalah pemberlakuan kembali pemikiran di dalam pikiran sejarawan yang sejarahnya sedang dipelajari, dan (3) pengetahuan sejarah merupakan usaha mengundang kembali pemikiran masa Ialu yang terbungkus dalam konteks pemikiran-pemikiran masa kini yang dengan mengkontradiksikannya, membatasinya dari bidang yang berbeda dari bidang mereka (Collingwood 2004: 134-139).

Tampaknya Collingwood lebih menekankan pada sejarah pemikiran dan bagaimana sejarawan menggunakan pikirannya untuk memahami pelbagai hal yang terdapat dalam peristiwa sejarah. Cara berpikir ini juga dominan dalam pemikiran sejarah Michel Foucault (1926-1984) yang cenderung pada sejarah ide atau pemikiran (Foucault 2002). Diakuinya bahwa sejarah memang adalah bidang yang 'murah’ pada siapa pun yang hendak mempelajarinya, namun pada dirinya juga terdapat ruang yang sesat bagi mereka yang tidak mampu menyelami ruang pengetahuan sejarah secara mendalam terutama yang terkait dengan jaringan pengetahuan yang unvisible (tidak tampak).

 Menurut Roeslan Abdulgani (1963:174), sejarah ialah salah satu cabang ilmu yang meneliti dan menyelidiki secara sistematis keseluruhan perkembangan masyarakat serta kemanusiaan di masa Iampau, beserta segala kejadian-kejadiannya, dengan maksud untuk kemudian menilai secara kritis seluruh hasil penelitian dan penyelidikan itu, untuk akhirnya dijadikan perbendaharaan pedoman bagi penilaian dan penentuan keadaan sekarang serta arah proses masa depan. Sejarah dalam pengertian itu mengandung tiga dimensi waktu, yaitu masa Iampau (past), sekarang (present), dan akan datang (future).

 Sejarah dalam pandangan Bapak Sejarawan Indonesia, Sartono Kartodirdjo (1992 :14-15), memiliki dua aspek penting yaitu (1) sejarah dalam arti subjektif sebagai suatu konstruksi atau bangunan yang disusun oleh sejarawan sebagai suatu uraian atau cerita. Dikatakan subjektif karena sejarah memuat unsur-unsur dan isi subjek (penulis) dan (2) sejarah dalam arti objektif yang menunjuk kepada kejadian atau peristiwa itu sendiri, sebagai proses dalam aktualitasnya.

Sejarawan Indonesia Iainnya, Kontowijoyo (2005 218) memberikan pengertian sejarah sebagai rekonstruksi masa Ialu. Artinya, apa yang telah terjadi dalam kaitanya dengan manusia dan tindakan manusia direkonstruksi (re artinya kembali; construction artinya bangunan) dalam bentuk kisah sejarah. Pengertian ini lebih mengarah pada upaya menghadirkan kembali kejadian-kejadian masa Ialu oleh sejarawan atas dasar sumber-sumber sejarah dan daya imajinasi sejarawan. Dalam kaitan itu, Kuntowijoyo juga membedakan karakteristik ilmu sejarah dalam artinegatif dan pengertian positif. 

llmu sejarah dalam arti negatif bukanlah mitos, filsafat, ilmu alam, dan Sastra. Meskipun mitos adalah cerita tentang masa lalu, seperti halnya juga sejarah, namun fondasi waktu tidak jelas dan alur pikirannya tidak rasional (manusia digambarkan dengan sifat- sifatyangtidaklazimataumanusiawi).SejarahadaIahpengetahuan tentang kejadian tertentu pada waktu tertentu dimana manusia dilukisakan apa adanya (mempunyai perasaan cinta-kasih, hidup- mati, dan sebagainya) lazimnya manusia biasa. Sejarah bukan pula filsafat yang dikonstruksi berdasarkan pada imajinasi yang abstrak (“meIangit” istilah Marx), tetapi suatu gambaran tentang manusia yang nyata adanya (“membumi” kata Marx).

 Sejarah bukanlah ilmu alam yang memberlakukan hukum- hukum secara tetap, tidak pandang orang, waktu, tempat, dan suasana. Sejarah dalam eksplanasinya menyajikan hal-  hal yang khas atau bersifat ideolografis. Berbeda pula dengan sastra yang menghadirkan suasana secara imajinatif, penulisnya mengkondisikan diri sepenuhnya pada dunia yang dibangunnnya, dan kesimpulannya dapat berupa sebuah pertanyaan. Sedangkan sejarah dikonstruksi atau sejarawan bekerja dalam bingkai data sejarah dan alurnya dominan dipengaruhi oleh ketersediaan sumber-sumber sejarah, dan hasil akhirnya adalah sebuah kesimpulan atau informasi yang seutuhnya.
Karakteristik ilmu sejarah dalam Iingkup yang positif terikat dengan prosedur penelitian ilmiah. Penalarannya bersandar pada fakta dan kebenarannya terletak pada pengungkapan masa Ialu umat manusia secara total dan objektif. Dalam konteks ini, sejarah merupakan ilmu tentang manusia yang bergerak dan berubah dalam ruang dan waktu yang jelas (tertentu). Karena hakekat pengetahuannya adalah perubahan, maka sejarah merupakan ilmu tentang sesuatu yang mempunyai makna sosial. Dengan kata Iain sejarah adalah sesuatu yang tertentu dan terperinci (utuh).

Tinjauan Akhir 

Mengacu pada beberapa pemikiran tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa sejarah adalah bidang kajian yang memahami manusia dan tindakannya yang selalu berubah dalam ruang dan waktu sejarahnya. Karena itu, tafsir tentang sejarah tidak akan pernah menghasilkan kata akhir. Selama masih ada ruang dialog dan sumber-sumber sejarah, maka sejarah dalam arti kisahnya akan selalu diperbincangkan. meskipun kerapkali orang menyangsikan kisah masa Ialu yang direkonstruksi oleh sejarawan, terkait dengan objektifitas dan kebenarannya, namun adalah hal yang pasti bahwa gambaran itu adalah sesuatu yang pernah terjadi dan tidak dapat disangsikan, termasuk mereka yang memandang  sejarah secara parsial sebagai ilmu ataupun pengetahuan yang usang (termakan waktu) dan tidak punya arti penting bagi kehidupan sekarang dan masa mendatang, kecuali bila mereka hendak mengingkari eksistensinya sebagai manusia Iazimnya yang mengalami proses masa hidup dan akhirnya mati. 

Memang persoalan objektifitas dan subjektifitas bukanlah hal mutiak yang dapat dilakukan oleh sejarawan sebagai makhluk manusia dengan segala keterbatasannya, juga motif-motif atau keinginan-keinginan subjektifnya atas usahanya mengkonstruksi kembali masa lalu. Sebab dalam pandangan Presiden Uni Soviet ketiga, Nikita Khruschev (1953-1964), bahwa satu-satunya kelompok yang bisa mempertanyakan Iegitimasi penguasa adalah sejarawan. Dengan dokumen primer yang dimilikinya, sejarawan dapat mengungkap dan merekonstruksi peristiwa sosial politik masa Ialu, tanpa bisa dibantah oleh rezim pemerintahan yang berkuasa (Adam 1999:567-577). Kuasa sejarawan dalam menghadirkan kembali wajah masa Ialu seperti itu telah diutarakan oleh Carr bahwa "fakta-fakta berbicara hanya ketika sang sejarawan mempersilahkan mereka berbicara. Diaiah yang memutuskan fakta mana yang diberi kesempatan buat bicara” (Warrington 2008:50).
Kendati demikian, juga tidak dapat dipungkiri bahwa acapkali sejarah oleh segelintir sejarawan digunakan untuk mengukuhkan kepentingan rezim tertentu. Baik disadari ataupun tidak, sejarah memiliki arti penting dan strategis dalam kehidupan umat manusia di masa Ialu, sekarang, dan masa mendatang.  

PENGANTAR ILMU SEJARAH,   OLEH ABDUL RAHMAN HAMID & MUHAMMAD SALEH MAJID
di ambil dari buku : PENGANTAR ILMU SEJARAH, 
OLEH ABDUL RAHMAN HAMID & MUHAMMAD SALEH MAJID

No comments:

Post a Comment