Bekerja adalah sesuatu yang
manusiawi. Malah sesungguhnya, bekerja rnemanusiakan manusia, sehingga seorang
manusia yang tidak bekerja, sebenarnya menjadi tidak Iengkap kemanusiaannya.
PENTINGNYA KESELAMATAN KERJA |
Manusia bekerja tidak saja untuk
mendapatkan penghasilan yang minimal layak untuk rnenghidupi dirinya sendiri
dan keluarganya, tetapi juga untuk mernenuhi tuntutan kemanusiaannya, bahkan
untuk memuliakan pribadinya sebagai manusia. Karena itu, seorang penganggur
selalu menderita. Tidak saja karena ia tidak memperoleh penghasilan, tetapijuga
karena dalam lubuk hatinya ia merasa seperti “tidak dimanusiakan”, tidak
dianggap berguna bagi masyarakat.
Tetapi itu tidaklah berarti,
bahwa seorang manusia yang kodratnya memang mernerlukan bekerja, lantas boleh
diperlakukan sekehendaknya sendiri oleh pihak-pihak yang bisa menyediakan
lapangan kerja. Pihak pemberi kerj apun berkewajiban menghormati harkat
martabat para pekerjanya sebagai manusia. Dan ini berarti, mernberinya imbalan
yang sesuai dengan kernampuan profesionalnya, dan memperlukannya secara manusiawi.
Tentu saja pemberian imbalan
kepada para karyawan itu, disesuaikan pula dengan daya kemampuan dari kegiatan
usaha si pemberi kerja, yang juga harus mengupayakan kelestarian usahanya.
Tetapi bagaimanapun, ia tidak boleh mengorbankan kesejahteraan para pekerjanya.
Hal ini juga merupakan suatu aspek penting dari apa yang disebut “perlakuan
secara manusiawi” di atas.
Termasuk pula tuntutan dari “perlakuan manusiawi” itu ialah,
penciptaan lingkungan kezja dan pengadaan sarana-sarana kerja yang dapat
menjamin keselamatan serta kesehatan para pekerja. Tetapi tersedianya
lingkungan kerja dan sarana-sarana kerja yang memadai itu mesti dlbarengi pula
dengan kesediaan para pekerja sendiri untuk mematuhi ketentuan-ketentuan kerja
yang berlaku, khususnya ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan penggunaan
sarana-sarana kerja.
Dilanggarnya ketentuan-ketentuan
itu dapat menyempatkan pekerja terganggu kesehatannya atau malah tertirnpa
kecclakaan, Walaupun sarana-sarana kerja yang disediakan sebenarnya sudah
rnemadai. Kalau seseorang juru las misalnya, tidak mau menggunakan “kacamata
pelindung” yang sudah disediakan, ia tidak saja dapat terluka matanya, tetapi
malah dapat menjadi buta.
Pekerja yang melakukan
pekerjaannya, pada hakikatnya tidak hanya sekedar untuk memperoleh irnbalan
atau asal tidak menganggur. Jika motivasi bekerja hanya berdasarkan imbalan
atau asal tidak menganggur, jelas sulit untuk memacu produktivitas kerja yang
diharapkan, di samping timbulnya kerawanan dalamjaminan keselamatan kerja.
Ada kebutuhan Iain di samping
kebutuhan yang bersifat material, yakni kebutuhan psikologis. Entah berapa
banyak pekerja yang tidak dapat diharapkan produktivitas kerjanya atau justm
cenderung kurang terjamin keselamatannya, hanya karena bidang pekerjaan yang
ditekuni sama sekali tidak disukainya. Ketidakcocokan antara keinginan dan
kenyataan seringkali disebabkan oleh Iowongan yang ada kebetulan kurang sesuai dengan
minat atau keinginanya
Pada setiap kegiatan, termasuk
pula dalam melakukan pekeij aan, risiko terjadinya kecelakaan selalu ada.
Kecelakaan keijja mungkin disebabkan oleh tindakan yang membahayakan atau
akibat keadaan yang berbahaya. Yang penting diketahui adalah potensi bahaya yang
ada pada setiap jenis pekerjaan, kapan potensi bahaya tersebut aktif, bagaimana
bentuk dan sifatnya serta tindakan pencegahan yang harus dilakukan. Penyebab
kecelakaan sering sangat kompleks dan umumnya berkaitan satu dengan lainnya.
Berbagai teori pernah dikemukakan, misalnya teori “tiga faktor" yang menyebutkan bahwa kecelakaan kerja
disebabkan oleh faktor peralatan teknis,
lingkungan kerja dan pekerjaan
sendiri, atau teori "dua faktor”
yang membedakan dua golongan kecelakaan yakni karena tindakan yang berbahaya dan kondisi
kerja yang membahayakan. Akan tetapi, para ahli pada umumnya menekankan
bahwa semua kecelakaan kerja, baik langsung atau tidak, texjadi karena
kesalahan manusia, atas dasar asumsi bahwa, kesalahan dapat dilakukan oleh
rnereka yang membuat desain, konstruksi, instalasi, serta kegiatan manajemen,
supervisi dan seluruh proses produksi termasuk perlengkapannya.
Secara terperinci, pada sekitar
tahun 1930, H W Heinrich menyebutkan
suatu rangkaian faktor penyebab kecelakaan yang berkaitan satu dengan yang
lainnya. Teori yang dikenal sebagai teori domino ini, menganggap faktor
asal-usul seseorang dan lingkungan sosialnya akan rnempengaruhi sikap serta
perilaku dalam melakukan pekerjaan, sehingga mengakibatkan seseorang cenderung
untuk bekexja ceroboh, tidak berhati-hati dan menj urus ke arah kemungkinan
teijadinya kesalahan dalam bekerja, Kondisi demikian, ditambah faktor Iuar
lainnya seperti bahaya lingkungan kerja dan peralaran mekanik, mengaldbatkan
suatu kecelakaan kezja beserta seluruh akibatnya. Teori tersebut sekaligus
memperluas prinsip penerapan keselamatan kerja, bahwa upaya yang perlu
dilakukan tidak sekedar memperbaiki suatu “unsafe condition", melainkan
juga mengoreksi tindakan manusia yang berbahaya (unsafe action).
Selanjutnya, pada awal tahun
1970, dikemukakan teon Iain yang menyempurnakan leori domino tersebut, yaitu
oleh Frank E Bird dan Peterson. Men urut dua ahli keselainatan kerja terscbut,
sebab utama kecelakaan adalah akibat ketimpangan sistem manajemen, sedang “unsafe
condition” dan “unsafe action" hakikatnya
merupakan gejala saja.
Oleh karenanya, perbaikan harus
dituj ukan ke arah pembahan sistem rnanajemen yang diwujudkan dalam bentuk
keterpaduan semua kegiatan produksi dan penerapan keselamatan kerja.
Demikian juga upaya mencegah
terjadinya penyakit akibat kerja atau gangguan kesehatan pada para pekerja.
Penyakit akibat kexja, yang hakikatnya bersifat artificial, terjadi akibat
risiko pekerjaan, sesungguhnya dapat dicegah atau dihindarkan sedini mungkin.
Beban kerja yang rnungkin dihadapi
pekerja dapat berupa beban fisik, mental dan sosial yang masing-masing
mempunyai dampak yang berbeda pula. Penempatan yang tepat pada jenis pekerjaan
sesuai dengan bakat, keterampilan, motivasi dan sebagainya sangat besar
peranannya dalam mencegah timbulnya berbagai macam gangguan kesehatan.
Demikian juga kapasitas kerja
seseorang, yang tergantung pada kesegaranjasmani, gizi, jenis kelamin, usia,
ukuran tubuh, dan lain sebagainya, merupakan faktor penting pula dalam upaya
mengurangi kemungkinan texjadinya penyakit akibat kerja.
Lingkungan kerja merupakan pula
beban tambahan bagi para pekerja. Faktor penerangan, kebisingan, subu ruang
kelja, getaran, bahaya radiasi, gas, debu, baban kimia, sena berbagai faktor
lain perlu dikendalikan melalui penerapan nonna keselamatan dan kesehatan
sebaik-baiknya sehingga tidak berakibat buruk bagi tenaga kerja.
oleh : Zein Achmad Dkk
No comments:
Post a Comment